Sabtu, 15 Januari 2011

UPACARA ADAT DI MALUKU


UPACARA ADAT

Acara Adat Antar Sontong
Antar Sotong yaitu para nelayan berkumpul menggunakan perahu dan lentera untuk mengundang cumi-cumi dari dasar laut mengikuti cahaya lentera mereka menuju tepi pantai dimana masyarakat sudah menunggu untuk menciduk mereka dari laut

Pukul Manyapu
Pukul Manyapu adalah acara adat/tahunan yang di lakukaan di Desa Mamala-Morela, yang biasanya dilakukan pada hari ke-7 Setelah hari Raya Idul Fitri

Acara Obor Pattimura
Setiap tanggal 15 Mei, di Maluku pemerintah bersama rakyat setempat melakukan prosesi adat dan kebangsaan dalam memperingati hari Pattimura. Yang paling terkenal adalah lari obor dari Pulau Saparua menyebrangi lautan menuju Pulau Ambon, untuk selanjutnya diarak-arak sepanjang 25 kilometer menuju kota Ambon.
Prosesi ini diawali dengan pembakaran api obor secara alam di puncak Gunung Saniri di Pulau Saparua. Gunung Saniri adalah salah satu ritus sejarah perjuangan Pattimura karena di tempat itulah, awal dari perang rakyat Maluku melawan Belanda tahun 1817.
Dalam sejarahnya, di Gunung Saniri berkumpul para Latupati atau Raja-Raja dan tokoh masyarakat Pulau Saparua. Mereka melakukan Rapat Saniri (musyawarah raja-raja) untuk menyusun strategi penyerangan ke Benteng Durstede di Saparua yang dikuasai Belanda. Thomas Matulessy dari desa Haria lantas diangkat sebagai Kapitan atau  panglima perang dengan gelar Pattimura.
Penyerangan rakyat ke benteng Durstede melalui Pantai Waisisil tidak menyisahkan satupun serdadu Belanda termasuk Residen Belanda Van de Berk dan keluarganya. Semuanya tewas terbunuh dan yang hidup hanyalah putra Van de Berk yang berusia lima tahun. Dia diselamatkan oleh Pattimura. Belakangan, putra Van de Berk ini diserahkan kembali kepada pemerintahan Belanda di Ambon.
Dari penyerangan inilah api perjuangan terus dikobarkan. Kemenangan Pattimura yang berhasil menjatuhkan Benteng Durstede menjadi inspirasi kepada rakyat lainnya untuk angkat senjata melawan Belanda. Peperangan pun terjadi hampir di seluruh daerah di Maluku. Dalam perjalanannya, Pattimura dan rekan-rekannya berhasil ditangkap oleh Belanda lewat siasat liciknya. Mereka diputuskan oleh Pengadilan di Ambon dengan hukuman mati.
Upcara Adat Buka Sasi Lompa di Haruku

Buka Sasi Lompa terkenal di Desa Haruku, Kepulauan Lease, Maluku Tengah. Acara tahunan yang pernah dianugerahi Hadiah Lingkungan Hidup Nasional Kalpataru tahun 1986 ini, baru dapat terlaksana kembali untuk pertama kalinya setelah kerusuhan dan konflik 1999. Tanggal 15 November 2003 yang lalu, Kewang (Pelaksana Dewan Adat) Desa Haruku menyelenggarakan upacara adat sejak malam hari sebelumnya. Tepat pukul 10:00 pagi, pesta rakyat tersebut dimulai.
Ratusan penduduk Haruku dan sekitarnya menghadiri acara dan sekaligus memanen ikan lompa (sejenis sardin, Thissina baelama) di muara sungai Learissa Kayeli.

Upacara Adat Abdau
Menyambut hari raya Idul Adha 1425 H, masyarakat Negeri Tulehu, Maluku Tengah, kembali mengadakan tradisi Abdau. Dalam upacara adat tersebut, masyarakat mengantarkan hewan kurban untuk dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Kegiatan tahunan tersebut juga diharapkan mampu menjadi perekat hubungan antarwarga Maluku yang pernah terlibat konflik.
Upacara Abdau di Negeri Tulehu, Kecamatan Salahutu, Maluku Tengah, yang diselenggarakan bertepatan dengan hari raya Idul Adha, Jumat (21/1), merupakan tradisi pengantaran hewan kurban sebagai kaul negeri untuk dibagikan kepada masyarakat yang berhak.
Hewan kurban diantar dari rumah Imam Masjid Tulehu ke rumah Raja Negeri Tulehu dan selanjutnya diarak keliling negeri.Saat pengantaran hewan kurban tersebut, ratusan pemuda melaksanakan tradisi Abdau, yaitu berebut bendera yang menjadi simbol agama yang disimpan di masjid negeri. Perebutan bendera tersebut merupakan perlambang pengabdian generasi muda kepada Tuhan untuk siap melaksanakan perintah-Nya.
Untuk memperebutkan bendera tersebut, para pemuda harus beradu sekuat tenaga dengan ratusan pemuda lain. Banyak pemuda sampai terinjak- injak atau tertimpa oleh rekan mereka yang lain yang sengaja menjatuhkan diri dari atap rumah ke atas kerumunan pemuda yang berebut bendera tersebut.
Beberapa pemuda terluka hingga berdarah pada bagian kepala mereka, namun mereka tetap dipaksakan ikut dalam upacara tersebut. Demikian pula beberapa pemuda yang pingsan yang cepat disadarkan kembali untuk terus mengikuti upacara tersebut.
Raja Negeri (Kepala Desa) Tulehu John Saleh Ohorella berharap tradisi tersebut mampu membawa perdamaian di Maluku. Di Baileo Tulehu, pada 10 Februari 2003 lalu para pemuka adat (latupatty) mengadakan pertemuan yang menghasilkan tekad untuk menghentikan pertikaian bersaudara.